Tindak kejahatan sepertinya tak pernah sepi di negeri ini. Belum usai rasa kaget masyarakat atas maraknya kasus mafia perpajakan, kini muncul kabar bahwa pelaku perampokan dana investor di pasar modal melalui PT Optima Kharya Capital Management, perusahaan yang terafiliasi dengan Optima Securities, kabur ke luar negeri.
Dirut PT Optima Kharya Capital Securities Harjono Kesuma yang diduga menggelapkan dana investor tak kurang dari Rp 1,15 triliun itu dibiarkan melenggang kangkung di Bandara Soekarno-Hatta dan kemudian terbang ke luar negeri, tanpa pencekalan dari Ditjen Imigrasi.
Ini sungguh memprihatinkan. Begitu mudahnya penjahat di republik ini menjarah uang rakyat dan kemudian raib bersama dana-dana yang digelapkannya. Kondisi ini menunjukkan ada yang salah dalam sistem hukum di sini sehingga menjadi habitat bagi penjahat kerah putih untuk berkembang biak.
Mencermati kaburnya Dirut PT Optima Harjono, sepertinya ada kesengajaan atau kelalaian, dan mungkin juga kesengajaan dari petugas Imigrasi. Pasalnya, Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri melalui suratnya tertanggal 15 Februari 2010 telah meminta Ditjen Imigrasi mencekal Harjono. Namun Ditjen Imigrasi belum mengeluarkan surat cekal secara resmi. Dampak dari miskinnya koordinasi antarinstansi itu mengakibatkan nasabah dirugikan triliunan rupiah.
Kasus gagal bayar PT Optima Kharya Capital Management sebenarnya telah mencuat pada September 2009. Sejumlah nasabah besar yang menitipkan dananya ke perusahaan itu melalui kontrak pengelolaan dana (KPD), atau yang lazim disebut discretionary fund, tak bisa menarik dananya.
AJB Bumiputera merupakan salah satu nasabah PT Optima Kharya Capital Management yang menitipkan dananya tak kurang dari Rp 324 miliar. Institusi lainnya yang menjadi korban adalah PT Kereta Api, anak usaha PT Krakatau Steel, Yayasan Kesejahteraan BRI, RRI, serta PT Jakarta Properti (Jakpro). Sedangkan perusahaan swasta yang menjadi korban, antara lain PT Asuransi Jiwa Nusantara, pengelola hotel (Twin Hotel).
Untuk mencegah kasus ini tidak menimbulkan domino efek, Badan Pengawas Pasar Modal – Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menghentikan (suspend) kegiatan PT Optima Securities pada 23 Oktober 2009 . Apalagi, modal kerja bersih yang disesuaikan (MKBD) perusahaan itu telah minus Rp 19 triliun, jauh dari persayaratan Bapepam sebesar Rp 25 Miliar.
Selain itu, sejumlah nasabah melaporkan adanya indikasi ketidakberesan dalam pengelolaan dana di sekuritas tersebut. PT Penta Widjaja Investindo, misalnya, melaporkan Harjono Kesuma kepada Bareskrim terkait penggelapan sejumlah saham yang dititipkan ke PT Optima Kharya Capital Securities senilai Rp 100 miliar, antara lain saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
Sayangnya, Bapepam tidak mempunyai kewenangan khusus untuk mencegah pelaku penggelapan dana nasabah itu kabur dari Indonesia. Yang bisa dilakukan hanyalah menyurati Bareskrim untuk melakukan tindakan hukum, termasuk meminta cekal kepada Ditjen Imigrasi.
Kasus Optima kembali menguak luka lama tentang tindak kejahatan di pasar modal. Belum lepas dari ingatan kita tentang kasus Sarijaya yang menggelapkan dana nasabah sekitar Rp 245 miliar. Juga kasus PT Antoboga Delta Sekuritas yang merugikan nasabah Rp 1,4 triliun, dan kasus-kasus lainnya,
Terkuaknya kasus-kasus kejahatan di pasar modal memberi pelajaran bahwa nasabah harus lebih cermat dalam memilih sekuritas. Selain itu, Bapepam-LK harus lebih ketat dalam mengawasi anggotanya. Law enforcement terhadap pelanggaran aturan harus ditegakkan untuk menimbulkan efek jera.
Maraknya kejahatan di pasar modal Indonesia salah satunya disebabkan lemahnya mekanisne sanksi. UU tentang Pasar Modal yang berlaku saat ini belum mengaturnya secara detail hukuman minimal bagi pelaku kejahatan sebagaimana tertuang dalam pasal tindak korupsi. Pelaku hanya dikenai hukum pidana, tetapi bisa bebas dari hukuman denda. Sanksi ini tidak sebanding dengan hasil jarahan penjahat kerah putih yang nilainya mencapai triliunan rupiah.
Bapepam-LK berjanji memasukkan sanksi penjahat pasar modal secara detail dalam UU Pasar Modal yang akan diamendemen, sehingga dimungkinkan menyita aset pelaku kejahatan.
Kita tidak berharap, kinerja pasar modal Indonesia yang cemerlang tercoreng oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Otoritas pasar modal harus mampu memulihkan dan membangkitkan kepercayaan investor dengan memberangus setiap bentuk mafia pasar modal